Pyometra pada Kucing

 Nama : Rischa Romadiya Naufa

NIM : 193221044

Kelompok : Dipylidium Caninum.



Deskripsi Penyakit

 Pyometra merupakan penyakit saluran reproduksi hewan betina dan sering terjadi pada anjing dan kucing. Pyometra merupakan infeksi pada uterus yang dapat bersifat akut maupun kronis oleh infeksi bakteri. Infeksi yang terjadi menyebabkan penumpukan nanah pada rahim hewan. Biasanya hewan terlihat membesar perutnya (seperti hamil). Gejala klinis yang tampak yaitu polydipsia, lethargy, distensi abdominal dan pada kasus pyometra terbuka tampak discharge pada vagina (Hagman 2018, McCallin et al. 2018, Smith 2006). Ada dua jenis pyometra yaitu:

Open pyometra yaitu kondisi nanah yang mengumpul di rahim dapat keluar sedikit-sedikit melalui vagina. Biasanya hewan masih cukup aktif dan toleran, namun bukan berarti hewan tidak dalam bahaya. Nanah akan terus diproduksi dan perut akan tetap membesar. Setiap saat bisa saja leher rahim menutup dan nanah tidak lagi keluar. Owner biasanya akan menyadari karena ada nanah yang berbau dari kemaluan hewan kesayangannya.

2. Close pyometra yaitu kondisi nanah yang berada di dalam rahim tidak dapat keluar karena leher rahim menutup. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kondisi close pyometra seperti x-ray, USG, dan pemeriksaan darah. pada kondisi close pyometra, hewan cenderung lebih lemah karena adanya peningkatan nilai fungsi ginjal akibat dari infeksi pada rahim tersebut. Owner biasanya tidak menyadari bahwa hewan mereka bukanlah bunting melainkan infeksi yang sangat serius. Beberapa pemilik hewan baru menyadari ketika hewan mereka sudah lemah.


Epidemiologi

Pyometra dapat terjadi akibat gangguan hormonal dan disertai infeksi bakteri pada daerah saluran reproduksi betina. Kontaminasi bakteri pada uterus terjadi ketika masa sebelum diestrus yaitu ketika cervix terbuka dan bakteri tersebut tidak dapat dibersihkan sebelum fase luteal. Bakteri yang umum menginfeksi adalah E. coli, Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pseudomonas, dan Proteus spp (Kahn, 2005). Organisme oportunistik ini dapat membuat kolonisasi bakteri di uterus dan berkembang biak dalam lingkungan uterus (Fontaine, 2010). Pyometra dapat terjadi pada semua usia setelah estrus pertama, khususnya pada kondisi pertengahan hingga betina usia tua ( 4 – 8 tahun ) (Baithalu et al., 2010). Hewan rentan terkena pyometra dikarenakan hewan telah mengalami estrus dan kawin yang berulang kali. Pada keadaan ini cervix akan terbuka dan memungkinkan bakteri masuk ke dalam uterus dan menyebabkan infeksi (endometritis) kemudian berkembang dan menghasilkan akumulasi nanah (pus) di dalam uterus. Menurut Pretzer (2008), progesteron juga menekan respon sistem kekebalan tubuh terhadap agen patogen dan juga kontraksi dari uterus. Pada hewan betina, dalam kondisi ini dapat terbentuk koloni bakteri.


Pengenalan Penyakit (Gejala Klinis, Patologi, Diagnosa)

Secara umum gejala klinis pyometra tergantung dari kondisi cervix yang terbuka atau yang sering disebut open pyometra dan tertutup atau closed pyometra. Pada pyometra terbuka gejala yang bisa diamati secara kasat mata adalah munculnya discharge (leleran) vagina yang berbau amis dan sering disertai dengan nanah yang berwarna kekuningan, kecoklatan dan bahkan kemerahan. Selain itu hewan juga mengalami lethargi (kelesuan), anorexia (tidak mau makan), polidipsi, poliurea, dan demam. Pada beberapa kasus terkadang pemilik hewan tidak bisa mengamati gejala seperti adanya discharge vagina dikarenakan kucing atau anjing sering menjilati vaginanya sendiri. Sedangkan untuk kasus pyometra tertutup (closed pyometra) maka gejala seperti munculnya discharge di kelamin hewan tidak akan terlihat. Hewan akan terlihat lemah, anoreksia, demam, muntah (vomit) dan terkadang disertai dengan pembesaran rongga abdomen (perut) seperti pada hewan bunting tetapi disertai rasa sakit. Kondisi seperti ini dapat membahayakan hewan bahkan menyebabkan kematian (Indrawati, 2015).  

Penyakit ini biasanya terjadi setelah hewan mengalami estrus dan melibatkan stimulasi estrogen yang diikuti dengan interval progesterone yang dominan. Hewan yang semakin tua, stimulasi estrogennya akan semakin sedikit sehingga progesteron akan lebih mendominasi. Progesteron yang mendominasi ini akan menyebabkan penebalan endometrium, peningkatan sekresi lendir uterus, dan penurunan kontraksi myometrium. Sekresi lendir yang meningkat dan penurunan kontraksi myometrium akan menyebabkan uterus sulit untuk mengeluarkan lendir. Hal inilah yang dapat menyebabkan bakteri yang ada di dalam vagina mudah untuk sampai ke dalam uterus (Lopate, 2010).

Langkah diagnosa pertama yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, dimulai dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi pada tubuh terutama di daerah perut dan vagina. Parameter klinis dari pemeriksaan fisik lain yang diambil adalah suhu tubuh (40,01oC). Pemeriksaan penunjang selanjutnya adalah pemeriksaan darah. Sampel darah (3 ml) diambil dengan spuit dan jarum suntik (BD syringe) dari vena anterior chepalica antibrachii dan ditempatkan di tabung vakum (ethylene diamine tetra acid), untuk pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan darah lengkap dipilih, karena untuk melihat adanya perubahan jumlah sel darah putih, karena sel darah putih merupakan indikator adanya infeksi. Pemeriksaan penunjang terakhir yang dilakukan adalah pemeriksaan menggunakan USG. Pada pemeriksaan USG, kucing diposisikan pada dorcal recumbency, kemudian kucing dicukur di daerah xiphoid hingga pubis, setelah itu daerah yang telah dicukur diberi gel ultrasonik, eksplorasi ultrasonik menggunakan mesin ultrasonik real-time mode b (Sogatasg10). Pemeriksaan menggunakan USG dilakukan untuk melihat keadaan di dalam abdomen saat itu, terutama area uterus pada kucing, seperti adanya peningkatan ukuran diameter uterus maupun adanya penebalan dinding uterus. Pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan kadar hormonal tidak dilakukan, hal ini seperti apa yang dijelaskan oleh De Faria dan Norsworthy (2008), yang menyatakan bahwa pada beberapa kasus pyometra konsentrasi serum esterogen maupun progesteron tidak berkorelasi dengan penyakit klinis dan adanya lesi histologis pada uterus, begitu pula dengan pemeriksaan sitologi.


Dampak Penyakit 

Gejala klinis pyometra yang umum biasanya tidak spesifik, seperti lemah, nafsu makan turun, sering minum, sering kencing, dan muntah. Kasus pyometra tertutup jauh lebih berbahaya karena apabila leher rahim tertutup, maka nanah yang diproduksi tidak dapat mengalir keluar, sehingga akan terakumulasi di dalam rahim dan perut akan membesar. Hal ini dapat membuat kucing syok dan berakibat fatal pada kematian.


Pencegahan Penyakit

Sterililisasi pada kucing betina atau yang biasa disebut ovariohysterectomy merupakan salah satu pengobatan terbaik kasus pyometra pada kucing. Ovariohysterectomy ialah metode sterilisasi bedah yang sering dilakukan oleh dokter hewan praktisi di Indonesia. Terdapat dua metode sterilisasi bedah yaitu ovariohysterectomy dan ovariectomy (DeTora et al., 2011). Secara umum, teknik pembedahan yang dilakukan serupa, namun insisi yang dibuat pada kulit dan fascia pada ovariohysterectomy lebih panjang. Ovariohysterectomy dapat meminimalisir resiko dan juga sebagai solusi pada kejadian pyometra (Rahayu et al., 2021), cystic endometrial hyperplasia, kebuntingan semu (pseudo-pregnancy), dan kondisi patologis pada uterus lainnya.


Referensi

Giovanni, A., Ajeng A. N., & M. Arfan Lesmana. 2021. Pengobatan Suportif Pyometra Terbuka pada Kucing Mainecoon. ARSHI Vet Lett, 5 (1): 9-10.

Palullungan, Raldy. 2017. Penanganan Kasus Pyometra pada Kucing Persia dengan Metode Ovariohysterectomy. Skripsi. Diterbitkan. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin: Makassar. 

Palupi, T. D. W., Tri W. S., & Ismudiono. 2022. Tindakan Medis untuk Pyometra pada Kucing. Jurnal Medik Veteriner, 5 (1): 124-130.

Prayoga, S. F., dkk. 2021. Ovariohysterecomy pada Kucing Liar. Ovozoa, 10 (3): 98- 104.


#TUGASHALOHMKH2022

#RISCHA_ROMADIYA_NAUFA

#03_DIPYLIDIUMCANINUM

#KHSIKIAUNAIR

#VIVAVETERINER


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penyakit CDV Pada Anjing

Rabies Pada Anjing

Penyakit Scabies Pada Kucing